Sedang hangat diberitakan,
Kejaksaan Agung melakukan penangkapan terhadap tiga hakim PN
Surabaya dan satu advokat dalam kasus pembunuhan yang dilakukan oleh
Gregorius Ronald Tannur, terdakwa kasus penganiayaan yang menyebabkan kematian
Dini Sera Afianti.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana
Khusus (Jampidsus), Febrie Adriansyah menjelaskan pada Rabu (23/10) siang,
penyidik pidsus melakukan penggeledahan dan penangkapan terhadap tiga hakim
dengan inisial ED, HH, M dan seorang (untuk mengetahui sosok pengacara Ronald Tannur yang memberi suap para hakim baca disini : pengacara berinisial LR.)
Operasi tangkap tangan ini harus di
apresiasi karena di mulai dari keberanian Komisi yudisial menggunakan hak
inisiatif nya, hak
inisiatif adalah salah satu upaya yang dilakukan KY untuk mencegah dugaan
pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).
Data Laporan Pelanggaran Etik ke Komisi Yudisial berdasarkan perkara kuartal III, 2023.
Berawal dari dugaan kejanggalan perbedaan
saat pembacaan putusan dan apa yang tertulis dalam amar putusan hakim di Tingkat judex
Facti (Tingkat Peradilan pertama)
, seharusnya minutasi segera keluar setelah amar putusan di bacakan
di muka pengadilan , ternyata baru
keluar 6 hari setelah di bacakan amar putusan, yang fatal menurut Lembaga penilai kode etik para wakil Tuhan itu
adalah hilangnya argumentasi tentang alat bukti yang tidak ada dalam pertimbangan hakim,
kemudian rekaman dan hasil visum yang tidak ada dalam putusan, padahal ini termasuk kriteria pelanggaran etik
berat menurut KY. Sebagaimana di
sampaikan juru bicara KY Prof Mukti Fajar Nur Dewata.
Diluar perkiraan semua pihak, hasil
temuan OTT kasus vonis Tannur , ibarat membuka
kotak pandora mal praktek
penegakkan hukum yang lebih masif, yang mengarah pada permufakatan jahat para Wakil Tuhan, yaitu Judicial Corruption (Mafia Peradilan), ditengarai dilakukan oleh mantan pejabat MA,
inisal ZR mantan kepala pusdiklat , sebagai
perantara makelar kasus, dalam operasi
tangkap tangan di temukan brankas di
ruang kerjanya berisi sejumlah uang
dalam berbagai mata uang asing dan emas batangan yang jika di akumulasi totalnya sekitar 920 milyard
sekian atau hampir 1 Trilyun Rupiah dan 51 Kg Emas, yang di akui sebagai hasil komisi, yang di dapat selama ini sebagai perantara kasus , dalam kurun waktu 2012
sampai dengan 2022 (selama masa baktinya), jumlah perampokan barbar uang negara , di pertontonkan secara vulgar , dan tanpa rasa takut melanggar
sumpah janjinya di hadapan Tuhan .
![]() |
| Zarof Ricar, Ketika disumpah jabatan di bawah Kitab suci |
“Jika hukum diibaratkan kapal, etika adalah
samuderanya.
Jika samudera etikanya kering, kapal hukum tak akan
pernah berlayar mencapai pulau keadilan.”
- Arif Rahman Hakim S.H., M.H,-
KOTAK PANDORA ITU BERNAMA MAFIA PERADILAN
Dato Param Cumaraswamy sebagai United Nations
Special Rapporter on the independence of Judges and Lawyers (Utusan Khusus PBB
tentang kebasan kehakiman dan peradilan sebagai mana dimuat harian Kompas edisi
25 Juki 2002) menyampalkan penilaian bahwa pelaksanaan hukum dalam
peradilan di Indonesia sungguh sangat buruk dan korup.
Judicial Corruption atau mafia peradilan ibarat makhiuk halus yang tidak tampak secara kasat mata tetapi terasa ada, Berbagai berita "miring" mengenai fenomena selama ini menjadi rahasia umum yang di bahas setiap strata lapisan Masyarakat dari warung kopi sampai meja rapat paripurna .
"Temuan" besar tentang Permufakatan Jahat Para Wakil Tuhan, yang terjadi di institusi
peradilan yang terhormat dalam kasus Tannur ini, harus menjadi momen yang baik untuk “bersih bersih” di era pemerintahan Prabowo sesuai dengan visi
pemerintahannya asta cita, salah
satunya adalah pemberantasan korupsi untuk mewujudkan good and clean government,
publik memiliki harapan positif terhadap pemerintahan Prabowo. hal ini
sebagaimana di lansir dari survei litbang Kompas 4-10 September 2024
![]() |
| Kepercayaan Publik Terhadap Pemerintahan Prabowo-Gibran. |
75,4% percaya Pemerintahan Prabowo-Gibran akan mampu menegakkan Hukum.
Kampiun keberanian Komisi Yudisial, membongkar kotak
pandora Judicial Corruption dalam kasus suap vonis Tannur tak lepas dari kepemimpinan Mahkamah
Agung yang baru Prof Sunarto.
Keadilan adalah hati nurani, bukan hati nurani pribadi tetapi hati nurani seluruh umat manusia. Mereka yang dengan jelas mengenali suara hati nurani mereka sendiri biasanya juga mengenali suara keadilan.
Arif Rahman Hakim S.H, M.H.
BAHAYA JUDICIAL CORRUPTION BAGI INDONESIA
Korupsi
yudisial ( Judicial Corruption/Mafia Peradilan) ini tidak hanya dilakukan oleh para hakim
tetapi juga para advokat, panitera, jaksa, polisi dan para pencari keadilan
(Justitiabelen), tetapi juga oleh para bankir dan pebisnis. Ketidak
independenan pengadilan menyebabkan korupsi yudisial semakin marak melalui jual
beli putusan perkara.
Korupsi
yudisial; yang dirumuskan IBA dalam Biennial Conferencenya di
Amsterdam tahun 2000, diambil dari Deklarasi International
Commission of Jurists adalah sebagai berikut:
“Korupsi yudisial (Judicial Corruption/mafia peradilan ) secara definisi terjadi karena tindakan-tindakan yang menyebabkan ketidakmandirian lembaga peradilan dan institusi hukum (polisi, jaksa penuntut umum, advokat/pengacara dan hakim).
Khususnya kalau hakim atau pengadilan mencari atau menerima berbagai macam keuntungan atau janji berdasarkan penyalahgunaan kekuasaan kehakiman atau perbuatan lainnya, seperti suap, pemalsuan, penghilangan data atau berkas pengadilan, perubahan dengan sengaja berkas pengadilan.”
Bahwa para Hakim sebagai para wakil Tuhan yang di ambil sumpah janji setia ubun-ubunnya di bawah kitab suci, harus menemukan, mengikuti dan mengerti akan nilai-nilai dan mempunyai perasaan tentang keadilan dalam masyarakat, sehingga keputusannya akan berdasarkan hukum dan rasa adil yang ada dalam Masyarakat, atas nama Tuhan Dzat Maha Agung yang “mereka wakili di muka persidangan”. Mereka tidak boleh terjebak dalam beberapa larangan, seperti kolusi dengan para pihak dalam suatu perkara yang diperiksanya, apalagi menerima bingkisan atau pemberian atau janji dari pihak yang berperkara.
Yang penting
menurut Henry J. Abraham, hakim harus mempunyai apa yang dinamakan judicial
discretion yang maknanya adalah sikap Independen dan Imparsial
dalam memutus perkara seperti yang dijabarkan:
“Dicerahkan
oleh kecerdasan dan pembelajaran, dikendalikan oleh prinsip-prinsip hukum yang
baik, keberanian yang teguh dikombinasikan dengan ketenangan, pikiran yang
tenang, bebas dari keberpihakan, tidak terpengaruh oleh simpati atau dibelokkan
oleh prasangka atau digerakkan oleh pengaruh apa pun kecuali hasrat yang luar
biasa untuk melakukan yang adil.” (1993, The Judicial Process, New York: Oxford
University Press, hal. 97).”
International
Commission of Jurists (ICJ)
dalam sebuah paper yang berjudul “Reviewing Measures to Prevent and
Combat Judicial Corruption” ditulis oleh Hakim Agung S. Peete Lesotho,
Sun International Maseru, Juli 29, 2010 menyatakan bahwa dari seluruh
jenis-jenis korupsi, judicial corruption merupakan kategori
yang paling berbahaya (insidious) dan menjijikkan (odious),
sebagaimana dinyatakan berikut (International Commision of Jurists: 2010):
“...dari semua jenis korupsi, korupsi yudisial mungkin yang paling berbahaya dan menjijikkan karena jenis korupsi ini menggerogoti dan menghancurkan pilar terpenting dari pemerintahan yang demokratis. Banyak yang telah ditulis tentang topik korupsi, tetapi korupsi yudisial menempati posisi yang paling dikecam. Korupsi memalsukan, menyumbat, mencemari, memutarbalikkan dan mendistorsi penyaluran keadilan.”
Indonesia sebetulnya memiliki kode etik bagi para Lembaga
penegak hukum (Pengacara, Polisi, Jaksa dan Hakim) , Untuk Anggota
Kepolisian, anggotanya perlu memperhatikan Kode Etik Profesi Kepolisian
sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Kode Etik Profesi Kepolisian yang berbunyi
sebagai berikut:
“Anggota
Kepolisian Republik Indonesia harus selalu menghindari perbuatan tercela yang
dapat merusak kehormatan profesi dan organisasinya...”
Sedangkan
untuk Jaksa, dalam keputusan Jaksa Agung No.5 Kep-052/JA/S/1979 dari
Doktrin Tri Krama Adhyaksa disebutkan bahwa:
“Bahwa
seorang jaksa dilarang menerima atau mengharapkan pemberian dan tidak boleh
menyalahgunakan kekuasaannya demi kepentingan pribadi dan pihak lain, termasuk
membuat fakta hukum dalam menangani suatu perkara.”
Begitupun para Pengacara dalam berita acara sumpah serta
kode etik profesi masing-masing organisasi diatur sangat jelas prinsip-prinsip etika
profesi dalam memperjuangkan keadilan bagi Masyarakat pencari keadilan
Jika di Ibaratkan sebagai penyakit mematikan yang menggerogoti
organ dalam, lambat laun jika di biarkan, Judicial Corruption (Korupsi Yudisial/Baca
: Mafia Peradilan) jika tidak segera di tangani untuk disembuhkan
niscaya akan terus bermutasi secara brutal, menjadi Political Corruption atau korupsi
politik yaitu :
Penyalahgunaan
kekuasaan oleh pengambil keputusan politik untuk kepentingan pribadi atau
kelompoknya. Penyalahgunaan ini bisa dilakukan dengan memanipulasi
kebijakan, prosedur, atau aturan. Keuntungan yang didapat bisa berupa
kekayaan, status, atau mempertahankan jabatan.
Beberapa
contoh korupsi politik adalah:
- Political bribery, yaitu korupsi yang berkaitan
dengan kekuasaan di bidang legislatif.
- Political kickbacks, yaitu kegiatan yang berkaitan
dengan kontrak pekerjaan borongan antara pejabat dan pengusaha.
- Election fraud, yaitu korupsi yang berkaitan
dengan kecurangan pemilihan umum.
- Corrupt campaign practice, yaitu praktek kampanye yang
menggunakan fasilitas atau uang negara oleh calon yang sedang berkuasa
Jika sudah
di Tahap ini gejala-gejala kronik akan membunuh secara brutal ekosistem Demokrasi Indonesia,
melenceng jauh dari visi-misi
Indonesia emas 2045, Dimana Penguatan Supremasi Hukum Menjadi Pilarnya. dan mempertaruhkan Masa Depan generasi anak cucu di pertaruhkan, demi kerakusan segelintir orang/golongan hipokrit.
Seperti yang di katakan berikut :
“Keadilan yang lambat menandakan bahwa tidak adanya keadilan.” – William Gladstone
William Gladstone, seorang negarawan Inggris, mengingatkan
kita bahwa keadilan yang lambat dalam penegakan hukum dapat membahayakan
masyarakat. Keadilan harus dijalankan dengan efisien dan segera.
Jakarta, 28-Oktober 2024, 01:04 Wib
Arif Rahman Hakim S.H., M.H. untuk Kolom Pojok Opini
Hukum ARH Media
Editor : Ilyas Husein
Disclaimer : Tulisan ini adalah lanjutan dari tulisan sebelumnya ,agar
dapat memahami isi artikel ini silahkan baca artikel sebelumnya baca disini
, gaya penulisannya di sajikan sebagai artikel opini dalam gaya penulisan Feature (Menampilkan data ilmiah
dari pranala luar sebagai pelengkap Literasi dan mengokohkan argumentasi).
![]() |
| Arif Rahman Hakim SH., MH. |



10 Komentar
Terima kasih, para pembaca, baik yang memiliki keberanian untuk memberi komentar, atau para silent reader yang selama ini selalu membaca postingan ARH media tanpa memberi feed back, besar harapan kami apa yang kami tulis menjadi pencerahan bersama, menjadi ladang amal bagi kami dalam upaya meningkatkan edukasi hukum kepada semua khalayak
BalasHapusBagus
BalasHapusSudah menjadi rahasia umum, tapi pembahasannya cukup lengkap sudut pandangnya dari sisi yang berbeda dari liputan-liputan di media berita biasa. Terima kasih pencerahanya
BalasHapusterima kasih sudah berkunjung, alhamdulilah support blog ini agar kami terus dapat memberikan artikel terbaik bagi pembaca
HapusMemang sangat keji perilaku korupsi semakin kesini...semakin kesono aja...semoga awal yang baik buat pemerintahan yang baru..rakyat udah muak
BalasHapusbetull.........terima kasih sudah mampir di portal berita kami yang sederhana , terima kasih support nya
HapusSubhanallah...
BalasHapusLuar biasa bang goresan pikirannya semoga menjadi awal yg baik BG pemerintah menuju Indonesia emas 2045 sehingga judicial corruption bisa diberentas & tidak melahirkan jenis2 yg lainnya & bang ARH dijauhkan dr praktik2 tersebut maupun sejenisnya...👍👍👍🙏
Terimakasih banyak, saudara.....terimakasih juga mau berbalas komentar nya, komentar anda menjadi lecutan semangat kami untuk berbuat bersama mengawal laju penegakkan hukum, bagi kemajuan indonesia di masa depan, terima kasih
HapusSaya udah curiga membaca postingan-postingan ARH media yang sering dishare ke media sosial saya, gaya menulisnya seperti saya pernah kenal dan penggunaan nama pena ilyas husein sebagai editor, ternyata betul tim editor di ARH orang yang pernah saya kenal di 2013 sampai 2019 sangat aktif dan inspiratif di gerakan buruh, saya Khoerul dari FSPASI dulu sering ketemu bung ilyas husein di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) karena kita sama-sama menjadi tim advokasi di elemen organisasi buruh masing-masing, tetap mencerahkan kami bung ilyas husein dengan gaya penyampaian yang sangat membuka cakrawala pemikiran, saya yakin adanya bung ilyas di ARH media sebagai tim media, litbang dan publikasi akan memberi warna tersendiri, saya hanya aktivis lokal di wilayah tangerang, kami sangat butuh pencerahan-pencerahan hukum di tengah stagnant nya gerakan buruh hari ini, saya mohon ada berita-berita atau tulisan-tulisan yang bisa menyemangati kami gerakan buruh untuk tetap setia membela kaum mustadhafin (kalimat yang selalu digunakan bung ilyas kalo menyebut teman-teman buruh).......saya mohon karena gak banyak praktisi hukum yang berani menyentuh isu perburuhan ini karena gak ada keuntungannya.....;)
BalasHapusterima kasih sebelumnya....atas feed backnya, meski terdengar sangat berlebihan saya hanya menempatkan diri sesuai porsinya saja, di berika kepercayaan untuk jadi tim publikasi dan litbang, ya bismillah, tapi kami adalah bagian integral sebagai sebuah tim dengan misi yang sama memberikan pencerahan hukum bagi mereka yang membutuhkan...saran masukkan nya akan kami jadikan catatan bagi perbaikan ARH media kedepan....terima kasih banyak....SALAM PEMBEBASAN NASIONAL....Pembebasan dari penghisapan manusia atas manusia lainnya....
Hapus