Searchengine Friendly Head Tag Generator Menakar Etika Profesi Advokat dalam menangani Kisruh donasi

BREAKING NEWS

5/recent/ticker-posts

Menakar Etika Profesi Advokat dalam menangani Kisruh donasi

 




 "Etika advokat: seperti iklan obat, terlihat menjanjikan, tapi ketika waktu tiba, kadang hanya menambah gejala yang lebih parah."--Arif Rahman Hakim SH. MH.




PERMASALAHAN KISRUH DONASI

Ruang Publik selama 2,5 bulan ini di buat hingar bingar dengan kisruh donasi Agus Salim, korban penyiraman air keras yang menginisiasi pengumpulan donasi untuk matanya, kurang lebih 8 ribu donator  tergerak mendonasikan uangnya untuk memberi bantuan sukarela untuk pengobatan matanya sehingga terkumpul dana kurang lebih 1,5 Milyar.

Permasalahan dimulai dengan temuan penggunaan dana donasi yang tidak sesuai dengan peruntukannya di awal untuk pengobatan mata, artikel ini tidak akan membahas soal teknis prosedural soal pengumpulan dana donasinya.


Akan tetapi  yang  juga penting di telaah adalah potret kebisingan publik bagaimana sepak terjang advokat dari kedua belah pihak atau masing-masing pihak mempertontonkan strategi pembelaannya di ruang public ada beberapa advokat yang dalam memberikan bantuan hukumnya dalam kasus ini mengarah pada penggiringan opini, menyudutkan pihak lain bahkan membuat statement-statement yang ranah nya sudah dapat di kriteriakan sebagai fitnah.

 

"Dalam dunia hukum, etika advokat bagaikan lampu lalu lintas; seringkali diabaikan, namun setiap pelanggaran bisa berujung pada kecelakaan moral yang fatal."--Arif Rahman Hakim SH. MH.


Publik mengapresiasi turun tangannya pihak kemensos sebagai mediator dalam kasus ini dan statement berdamai di depan pers atas kasus ini, akan tetapi selang beberapa jam setelah proses media ini di liput dan di lansir di media tiba-tiba muncul lagi video dari pihak advokat dari salah satu pihak yang narasinya jika di cermati merujuk kepada fitnah di ruang publik, berikut videonya.



 

Sebelumnya juga salah seorang advokat dari salah satu kubu, menuding pihak yang lain sebagai pengguna narkoba dapat dilihat disini , 




sehingga kemudian  timbul pertanyaan di benak publik:

 

 

  • 1.   Apakah dalam membela klien dalil yang di kemukakan harus melebar kemana-mana di luar konteks pribadi sampai dengan memasuki ranah menyudutkan personal seseorang bahkan  menuduh fitnah di ruang publik?.
  • 2.   Apakah tidak ada aturan yang membatasi startegi/dalil yang dilontarkan seorang advokat dalam membela kliennya?
  • 3.  Apa bahaya nya jika yang di pertontonkan sebagai edukasi hukum kepada publik awam hukum adalah bagaimana menyerang  lawan dengan menghalalkan segala cara ?

 

"Sebagai advokat, ingatlah: etika bukan hanya aksesori yang dipakai saat menghadapi hakim; ia adalah jati diri yang harus dipelihara dengan baik, meski kadang harus bersaing dengan dasi yang lebih mencolok."--Arif Rahman Hakim SH. MH


Berikut tinjauan psikologi forensik terhadap etika profesi advokat dalam kisruh dana donasi agus salim

 

Analisis Kasus dari Perspektif Psikologi Forensik


Psikologi forensik adalah cabang ilmu yang memadukan psikologi dan hukum untuk memahami perilaku manusia dalam konteks hukum. Dalam kasus seperti pernyataan Alvin Lim tentang sumber keuangan yayasan, pendekatan psikologi forensik dapat memberikan wawasan tentang motif, dampak psikologis, dan konteks perilaku yang muncul. Hal ini meliputi analisis niat pembuat pernyataan, dampaknya pada pihak yang disinggung, serta relevansi dalam konteks etika profesional advokat.


Pendekatan Psikologi Forensik dalam Kasus Ini

1. Analisis Motif dan Perilaku Advokat
Dari sudut pandang psikologi forensik, motif pernyataan Alvin Lim dapat dianalisis dengan pendekatan berikut:

  • Motif Internal (Personal)
    Advokat mungkin ingin mempertahankan reputasinya, membela klien, atau menunjukkan keunggulan intelektual. Hal ini sering kali didorong oleh ego defense mechanisms, seperti proyeksi (projection) atau pembenaran (rationalization).
  • Motif Eksternal (Strategis)
    Pernyataan yang kontroversial dapat digunakan untuk menarik perhatian publik, memengaruhi opini masyarakat, atau memberikan tekanan terhadap pihak yang disinggung dalam konteks litigasi atau konflik hukum.

2. Dampak Psikologis pada Pihak yang Disinggung

  • Trauma Psikologis
    Pernyataan insinuatif seperti "melacur atau menjual narkoba" dapat menyebabkan trauma psikologis bagi individu atau organisasi yang disinggung, termasuk rasa malu, cemas, atau depresi akibat stigma sosial.
  • Reaksi Balik (Counter-Response)
    Pihak yang disinggung mungkin merespons secara emosional, baik melalui tindakan hukum (gugatan pencemaran nama baik) atau pernyataan publik yang membela diri. Hal ini sering dipengaruhi oleh fight-or-flight response dalam situasi tekanan psikologis.

3. Analisis Dampak Sosial dan Persepsi Publik
Psikologi sosial dalam konteks forensik menunjukkan bahwa pernyataan yang kontroversial di ruang publik dapat:

  • Membentuk bias kognitif di masyarakat, seperti mengasumsikan kesalahan tanpa bukti kuat (prejudicial bias atau dalam dampak destruktif yang lebih luas, publik yang awam hukum akan menganggap dalam membela sebuah perkara pengacara bebas bertindak semaunya tanpa ada etika moral profesi.
  • Menciptakan efek domino berupa polarisasi pendapat yang memperkeruh konflik antara pihak-pihak yang terlibat.

4. Evaluasi Kepribadian dan Etika Advokat

  • Ciri Kepribadian
    Pernyataan kontroversial dapat mencerminkan ciri kepribadian tertentu, seperti narsisme (narcissism) atau impulsivitas (impulsivity), yang memengaruhi cara seseorang berkomunikasi dan bertindak di bawah tekanan.
  • Etika Moral dan Profesional
    Psikologi forensik menilai bagaimana kepribadian dan moralitas seseorang, termasuk advokat, memengaruhi keputusan mereka dalam bertindak. Misalnya, sikap impulsif dapat mengesampingkan pertimbangan etis yang matang.



"Dalam dunia advokat, etika sering kali dianggap seperti angin – semua orang berbicara tentangnya, tetapi hanya sedikit yang benar-benar merasakannya dalam setiap langkah."-- Arif RAhman Hakim SH. MH.,-

Penerapan Teori Psikologi Forensik dalam Etika Profesi Advokat

1. Teori Motivasi dan Perilaku
Berdasarkan Teori Hierarki Kebutuhan Maslow, tindakan advokat dapat dipengaruhi oleh kebutuhan-kebutuhan berikut:

  • Kebutuhan Pengakuan (Esteem Needs): Advokat mungkin mencari penghormatan atau pengakuan publik melalui pernyataan yang provokatif.
  • Kebutuhan Aktualisasi Diri: Ada kemungkinan bahwa advokat berusaha menunjukkan keberanian atau keahlian hukumnya, meski melampaui batas etika.

2. Teori Kognitif Sosial (Bandura)
Teori ini menjelaskan bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh observasi dan pembelajaran sosial. Advokat yang sering melihat penggunaan retorika agresif di ruang publik mungkin meniru gaya tersebut untuk mencapai tujuannya, meskipun melanggar kode etik.

3. Teori Stres dan Koping (Lazarus dan Folkman)

  • Tekanan dalam Profesi
    Advokat sering menghadapi tekanan tinggi dari klien, masyarakat, atau media. Stres ini dapat memengaruhi kemampuan mereka untuk membuat keputusan yang bijak dan terkendali.
  • Strategi Koping yang Maladaptif
    Menyampaikan pernyataan provokatif di ruang publik bisa menjadi bentuk pelarian (escape) atau cara maladaptif untuk menghadapi tekanan.

4. Teori Relasi Interpersonal
Psikologi forensik juga menilai bagaimana hubungan advokat dengan klien, kolega, dan masyarakat memengaruhi perilakunya. Dalam kasus ini, pola komunikasi yang agresif bisa mencerminkan relasi interpersonal yang didominasi konflik atau persaingan.


Rekomendasi Berdasarkan Psikologi Forensik

  1. Pelatihan Emosi dan Komunikasi
    Advokat sebaiknya dilatih untuk mengelola emosi dan berkomunikasi secara efektif, terutama di bawah tekanan. Ini dapat membantu mereka tetap profesional meskipun berada dalam situasi yang sulit.
  2. Pengawasan Psikologis dalam Profesi Hukum
    Organisasi advokat dapat menyediakan pendampingan psikologis untuk membantu advokat menghadapi stres dan konflik etis dalam profesi mereka.
  3. Penegakan Disiplin Etika
    Advokat yang melanggar etika sebaiknya diberi sanksi, tidak hanya untuk melindungi martabat profesi, tetapi juga untuk mencegah perilaku maladaptif yang dapat merugikan pihak lain.
  4. Peningkatan Kesadaran Publik
    Masyarakat perlu memahami batas-batas peran advokat sehingga mereka tidak hanya melihat advokat sebagai pihak yang agresif, tetapi juga sebagai penjaga keadilan dan integritas hukum.

Kesimpulan

Dari perspektif psikologi forensik, kasus ini menunjukkan pentingnya pemahaman tentang motif, dampak psikologis, dan perilaku advokat dalam konteks etika profesi. Pendekatan psikologi dapat membantu menjelaskan penyebab tindakan yang melanggar etika sekaligus memberikan solusi preventif untuk mencegah pelanggaran serupa di masa depan.

Dengan mengintegrasikan teori psikologi forensik dalam penegakan kode etik, profesi advokat dapat beroperasi secara lebih bertanggung jawab dan mendukung terciptanya sistem hukum yang adil dan berintegritas.

 


Arif Rahman Hakim SH. MH.

Jakarta 6 Desember 2024, 15 : 39 Wib


Desain lay out : Ilyas Husein

Posting Komentar

0 Komentar