Searchengine Friendly Head Tag Generator Kontestasi 2024, Tonggak Perubahan Untuk Generasi Muda

BREAKING NEWS

5/recent/ticker-posts

Kontestasi 2024, Tonggak Perubahan Untuk Generasi Muda

 

“Anak muda boleh pandai beretorika, tapi juga harus sadar untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat yang menjadi cita-cita.” – Sutan Syahrir

Di kutip ulang oleh Arif Rahman Hakim SH. MH.

Tokoh Muda Bima, Praktisi Hukum, Calon Legislatif DPRD DKI Jakarta 2024-2029 

 

 

Kita masih banyak mendengar kaum muda mengeluh lantaran aspirasi mereka tidak dipenuhi. Mereka juga kerap tidak tahu harus berbuat apa untuk mengekspresikan pemikiran dan pendapat mereka. Rendahnya keterwakilan generasi muda di parlemen juga membuat aspirasi kaum muda belum mendapat cukup ruang, lalu terabaikan begitu saja.

Penelitian mengungkap bahwa kesulitan terberat bagi generasi muda untuk terjun langsung ke politik adalah masalah finansial. Di Indonesia, biaya politik terlampau tinggi, mulai dari mahar politik untuk partai, biaya untuk tim pemenangan, hingga ongkos membayar saksi di tempat pemungutan suara (TPS).

Ini membuat kaum muda–yang mayoritas masih mencoba merintis karier–sulit memenuhinya. Tak heran jika pada akhirnya yang mampu terjun langsung ke dalam politik aktif mayoritas adalah mereka yang memiliki banyak uang atau berasal dari dinasti politik keluarga.

Akhirnya, generasi milenial lebih memilih untuk bekerja di NGO atau melakukan kerja-kerja kewirausahaan sosial. Sangat disayangkan ketika kita memiliki sosok kaum muda yang berdedikasi untuk masyarakat, tetapi harus berhenti hanya karena urusan biaya politik.

Keterlibatan kaum muda dalam politik praktis sejatinya akan membuka peluang besar untuk mendorong transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi aktif dalam proses demokrasi. Mereka bisa membawa semangat perubahan dan inovasi, serta perspektif baru dan solusi kreatif dalam merespons tantangan zaman.

Namun, fenomena dinasti politik pada akhirnya membuat lanskap politik Indonesia menjadi simbol dari sistem yang kaku dan tidak responsif terhadap kebutuhan dan aspirasi generasi muda itu sendiri. Melekatnya simbol warisan keluarga dan jaringan kekuasaan yang telah ada sejak lama justru dapat memperkuat status quo dan menghambat langkah perbaikan demokrasi.

Hadirnya figur-figur muda–yang berasal dari kekerabatan–dalam jabatan penting di partai politik secara tidak langsung menjadi sinyal betapa rapuhnya kemampuan partai dalam menghadirkan sosok-sosok pemimpin melalui kaderisasi partai yang ideal, yang bertumbuh dan berjuang bersama dalam proses keberlangsungan partai.

========================================================

Fakta Pemilih Muda dan Harapan kedepan

  • ·         Pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, lebih dari 50% pemilih, atau sekitar 114 juta dari total 204,8 juta daftar pemilih tetap, adalah kaum muda yang berusia di bawah 40 tahun.

Ini bisa menjadi kabar baik karena pemilih muda diyakini memiliki pemikiran yang lebih kritis, seperti terhadap kinerja parlemen dan dalam mengawal pembuatan undang-undang, serta memiliki banyak gagasan segar.

  • ·         Banyak pula dikabarkan bahwa pemilihan anggota legislatif (Pileg) yang menjadi bagian dari Pemilu tahun depan akan dipenuhi oleh calon legislatif (caleg) muda, bahkan banyak yang baru lulus kuliah sarjana strata 1 (S1).

Ini menjadi angin segar bagi perpolitikan Indonesia, karena menurut survei, partisipasi anak muda yang terjun ke politik sebagai caleg masih sangat minim dan minat mereka terhadap politik cenderung kecil.

  • DPR RI periode 2019-2024 hanya memiliki sekitar 30%, dari total 575 anggota legislatif, yang berusia di bawah 40 tahun. Setidaknya ada 10 politikus muda DPR RI periode ini yang memiliki orang tua atau berasal dari keluarga yang sudah memiliki rekam jejak panjang di panggung politik Indonesia.

===============================================================

 

 

Perlu kaum muda ‘berkualitas’ dalam politik

Survei menunjukkan bahwa generasi muda cenderung lebih peduli dan kritis terhadap isu lingkungan dan perubahan iklim serta hak asasi manusia (HAM) dan kesetaraan.

Dalam buku Next Generation Democracy karya Jared Duval, kaum muda digambarkan dengan berbagai potensi yang dapat memberikan perubahan nyata di lingkungan. Mereka merupakan generasi digital dan memahami pentingnya konektivitas.

 

Oleh karena itu, penting untuk mendorong kaum muda dengan pemikiran berkualitas dan idealisme yang kuat untuk berpartisipasi dalam proses politik aktif. Namun, jika budaya politik kita masih dikuasai oleh politik warisan dan kekerabatan, sulit berharap partai dapat menghasilkan politikus muda yang kritis.

Di tengah tantangan ini, kaum muda juga mesti memiliki strategi dan upaya untuk dapat masuk ke dalam dunia politik dan berjuang mempertahankan idealisme yang mereka miliki.

Namun, upaya tersebut tidak akan bisa maksimal tanpa adanya dukungan khusus dari setiap partai politik. Sudah semestinya setiap partai mulai membenahi sistem kaderisasinya. Rekrutmen kader muda berkualitas yang tidak berasal dari dinasti politik harus diutamakan. Ini akan memerlukan strategi yang matang dan komitmen jangka panjang, mulai dari membuka akses, mentorship, dan pendidikan berkelanjutan bagi kaum muda yang menaruh minat dan memiliki bakat di dunia politik.

Pemerintah pun perlu memberikan perhatian khusus terkait bagaimana keterhubungan partai dan kaum muda, agar semuanya mendapatkan akses politik yang setara.

Sekali lagi, persoalan kaderisasi membutuhkan komitmen yang tinggi dan butuh waktu yang panjang. Jika kaum muda belum mendapat perhatian lebih, kita mungkin patut curiga pada pemerintah dan partai politik, jangan-jangan mereka memang tidak mau komitmen pada masa depan bangsa yang lebih baik. dan kita wajib mendorong iklim demokratisasi agar banyak bibit unggul negarawan muncul dari generasi muda, dan momentum 2024, adalah saat yang tepat mewujudkan demokratisasi yang berkualitas bagi kemajuan bangsa.





 

 

Posting Komentar

0 Komentar