Searchengine Friendly Head Tag Generator Memutus Siklus Eksploitasi: Keberhasilan Advokasi Gerakan Buruh melalui Uji Materi UU Ciptaker

BREAKING NEWS

5/recent/ticker-posts

Memutus Siklus Eksploitasi: Keberhasilan Advokasi Gerakan Buruh melalui Uji Materi UU Ciptaker

Kami memanipulasi data ekonomi untuk membenarkan proyek-proyek yang gegabah dan membebani negara dengan utang. 

 

Kutipan dari buku karya John Perkins Berjudul Confession of an Economic Hitman

(Pengakuan sang pembunuh Ekonomi).

 




 

Kutipan diatas yang saya anggap cocok untuk mewakili tema yang akan diangkat dalam artikel saat ini, perjungan kaum buruh untuk memperbaiki legislasi yang mengatur hajat hidup nya  seolah menemukan angin segar di penghujung bulan oktober saat  Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan sebagian gugatan atas permohonan uji materi UU No.6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker). 

 

Putusan yang dibalut dalam 687 halaman ini, mencakup perubahan pada tujuh isu ketenagakerjaan utama, mulai dari tenaga kerja asing hingga pengaturan pesangon. Sebagai Praktisi hukum saya sangat mengapresiasi tidak hanya dari sisi keberhasilan para aktivis gerakan buruh mengadvokasi uji materi di MK, tapi juga dari sisi keberhasilan para kampiun gerakan buruh merubah strategi pengadvokasiannya dari yang sebelum PP 78 Tahun 2015 pola-pola pengadvokasiannya mengedepankan aksi massa (parlementer jalanan).

 

 Setelah gerakan buruh “dipukul mundur” di aksi Penolakan PP 78, para aktivis buruh merubah dan mengkombinasikan strategi perjuangannya memadukan perjuangan ekstra parlementer (massa aksi)  dengan skill pengadvokasian di ranah konstitusi, ini sangat wajib di aprsesiasi,  karena dampaknya bukan sekedar kemenangan dalam uji materi di MK, tapi  juga merubah mindset publik, jika  dulu kalo kita baca berita soal perjuangan buruh di media streaming, maupun online, pasti komentar netizen, bikin macet, buruh terlalu banyak menuntut, tidak bersyukur serta stigma-stigma buruk lainnya, saat ini saat kemenangan di MK di raih  komentar-komentar netizen di media juga positif dan penuh ungkapan dukungan.

 

 

Mengutip laman perkara MK, permohonan uji materi dilakukan organisasi buruh dan Partai Buruh per 1 Desember 2023. Kemudian, pemeriksaan kelengkapan dan perbaikan permohonan pada 4 Desember 2023.

 

Organisasi buruh itu, antara lain, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Partai Buruh, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), dan Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI). Puluhan organisasi buruh di bawah konfederasi itu juga turut mengawal proses uji materi.

 

Menurut statement dari Jaringan aktivis  buruh, yaitu KPBI melalui statemennya dalam Press Release resminya ,  Menurut ketua umum KPBI bung Ilhamsyah, putusan MK nomor 168/PUU-XXI/2023 patut diapresiasi karena telah mengakomodir sebagian tuntutan Partai Buruh dan Serikat Buruh. Seperti yang kita ketahui bahwa perjuangan buruh bersama rakyat dalam menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja cukup panjang dan melelahkan. Namun perjuangan itu menjadi tidak sia-sia setelah kita sama-sama menyaksikan putusan MK telah mengabulkan sebagian tuntutan.

 

Ilhamsyah menegaskan bahwa putusan MK adalah bersifat final dan mengikat, artinya jangan sampai ada pihak-pihak yang mencoba untuk menentang apalagi menganulir putusan MK tersebut. Jika hal itu sampai terjadi maka buruh bersama rakyat akan mempersiapkan perlawanan yang lebih besar lagi guna mengawal putusan MK tersebut. Imbuhnya (1/11/2024). selengkapnya baca disini

 

 

KEBERHASILAN DI TENGAH KE KHAWATIRAN

 

 

Tidak bisa dipungkiri bahwa UU Cipta Kerja sejak awal telah menimbulkan kegelisahan di kalangan buruh. 

 

Keputusan MK untuk menerima sebagian gugatan ini disambut positif oleh buruh. Buruh menilai keputusan ini sebagai langkah penting untuk memperjuangkan hak-hak mereka, terutama dalam hal perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), outsourcing, dan upah minimum sektoral. 

 

Ketika dewan pengupahan kembali dihidupkan, buruh merasa ada harapan baru untuk mendapat suara lebih besar dalam menentukan nasib mereka.

 

Menurut saya , justru di sinilah tantangan sesungguhnya.

 



                     Polemik pengesahan UU Ciptaker sumber : Kompas




Sejarah Panjang  perjuangan gerakan buruh pasca reformasi menunjukkan kerap-kali pemerintah menampilkan kesan keberpihakan pada buruh dalam me-”ralat” aturan terkait ketenaga kerjaan,  sejarah panjang perjuangan buruh pasca reformasi kerap menampilkan potret realita dimana Pemerintah  seolah kerap menunjukkan komitmennya lewat keputusan legal, tapi realita di lapangan jarang sejalan. 

 

Dalam aspek perburuhan, keputusan MK  ini berupaya  memuat pengaturan yang lebih jelas, misalnya batas maksimal PKWT ( lebih dikenal juga dengan istilah Kontrak kerja)  selama lima tahun, yang dapat memperbaiki ketentuan dalam UU Ciptaker yang  dianggap merugikan. 

 

Pemerintah tampaknya berupaya menyeimbangkan kepentingan pekerja dan perusahaan dalam putusan ini. 

 

Dengan memberi batasan waktu untuk kontrak kerja dan mengatur pengupahan sektor, harapannya adalah adanya kepastian hukum yang adil bagi kedua belah pihak.

 

Tapi benarkah aturan-aturan ini mampu menjembatani kepentingan kedua belah pihak? 

 

Dalam kenyataannya, regulasi sering kali hanya menjadi formalitas yang rapuh. 

 

Perusahaan bisa saja menemukan celah hukum lain, melonggarkan ketentuan baru ini, terutama dalam soal outsourcing dan kontrak kerja. 

 

Salah satu contoh nyatanya adalah perlunya pengawasan yang lebih baik terhadap sistem PKWT agar tidak disalahgunakan. 

 

Jika kita tidak berhati-hati, PKWT bisa  menjadi alat bagi perusahaan untuk menghindari pengangkatan pekerja tetap, yang pada akhirnya hanya akan merugikan buruh.

 

Di tengah budaya kerja Indonesia yang masih bertumpu pada hierarki, posisi tawar buruh kerap terpinggirkan. 

 

Inilah mengapa peran serikat pekerja yang kuat begitu penting—sebagai suara yang setia pada aspirasi buruh, bukan sekadar formalitas. 

 

Serikat perlu terlibat dalam setiap perundingan upah dan keputusan ketenagakerjaan, agar keputusan-keputusan ini tidak sekadar menjadi kemenangan bagi pemodal, tapi juga membawa keadilan bagi mereka yang setiap hari berjuang di lapangan.

 

Pandangan saya ini bukan sebagai bentuk skeptis terhadap keberhasilan perjuangan jaringan kawan-kawan kami di gerakan buruh, justeru saya bermaksud mengajak semua praktisi hukum untuk juga ikut mengawal dan tidak membiarkan mereka berjuang sendirian, dan paling tidak melalui tulisan ini saya berusaha menggugah kepedulian masyarakat secara umum untuk ikut mendukung serta mengawal, karena kegagalan kita mengawal perjuangan gerakan buruh hari ini sama artinya menjerumuskan generasi penerus kita kedalam konsep hubungan kerja yang  mengekploitasi mereka, tidak ada kepastian kerja serta tidak ada kesejahteraan dalam dunia kerja mereka.

 

Seperti potret yang akan saya kutip berikut :

“Jika kita memilih tidak peduli, lebih sibuk dengan urusan masing-masing, nasib negeri ini persis seperti sekeranjang telur di ujung tanduk, hanya soal waktu akan pecah berantakan.”


― Tere Liye,  dari Novel :  Negeri Di Ujung Tanduk-

 

 

Bersambung di Tulisan INDEPTH

 

 

Arif Rahman Hakim SH, MH

 

Jakarta 6 November 2024- 22:25

ditengah kesibukan persiapan eksekusi Somasi.

Editor : Ilyas Husein

 

                                                   Pembacaan Putusan sidang MK


 

Posting Komentar

0 Komentar