ARHMedia – Mantan Ketua Mahkamah
Konstitusi Anwar Usman menilai ada upaya politisasi dan
pembunuhan karakter terhadapnya terkait putusan Majelis Kehormatan Mahkamah
Konstitusi (MKMK).
“Sesungguhnya
saya mengetahui dan telah mendapat kabar upaya melakukan politisasi dan
menjadikan saya objek dalam berbagai putusan Mahkamah Konstitusi dan putusan MK
terakhir maupun pembentukan MKMK, saya telah mendengar jauh sebelum MKMK
terbentuk,” kata Anwar dalam konferensi pers di Gedung MK, Rabu (8/11).
Meski
mengetahui ada upaya pembunuhan karakter terhadap dirinya, Anwar mengaku tetap
berprasangka baik. Ia tetap menjalankan tugas sebagai Ketua MK dan membentuk
MKMK.
“Namun
meski setelah saya mendengar ada skenario untuk membunuh karakter saya, saya
tetap berbaik sangka karena memang seharusnya begitulah cara dan karakter
seorang Muslim berpikir,” ungkapnya.
Ia juga
menyayangkan sidang kode etik Majelis Kehormatan digelar secara terbuka.
Menurutnya, sesuai dengan aturan MK, sidang seharusnya digelar tertutup.
“Saya
menyayangkan proses peradilan etik yang seharusnya tertutup sesuai dengan
Peraturan MK dilakukan secara terbuka. Hal itu secara normatif tentu menyalahi
aturan dan tidak sejalan dengan dibentuknya MKMK yang ditujukan untuk menjaga
keluhuran MK baik secara individual maupun institusional,” paparnya.
Selain itu
ia merasa difitnah dalam menangani perkara nomor 90 terkait batas usia
cawapres.
“Fitah yang
sangat keji dan tidak berdasar atas hukum dan fakta,” katanya.
Ketua
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie mengungkapkan
alasan Anwar Usman hanya dicopot dari jabatan ketua, tetapi tak diberhentikan
dengan tidak hormat (PTDH) atau dipecat sebagai hakim MK.
Mengacu
pada Peraturan MK (PMK) Nomor 1/2023 tentang MKMK, Jimly menjelaskan hakim yang
dijatuhi sanksi PTDH diberikan kesempatan untuk membela diri atas penjatuhan
sanksi tersebut.Pembelaan diri itu dilakukan melalui mekanisme banding.
Jimly
mengatakan hal itu akan membuat ketidakpastian hukum atas putusan MKMK.
Pernyataan itu dia sampaikan usai mendengar dissenting opinion atau pendapat
berbeda dari majelis etik MKMK Bintan Saragih pada Selasa (8/11).
“Majelis
banding dibentuk berdasarkan PMK itu. Nah, membuat putusan majelis kehormatan
tidak pasti,” kata Jimly.

0 Komentar