ARHMEDIA – Presiden ke-6 Republik
Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menceritakan
tentang indahnya permainan bola voli di tengah tensi politik yang sedang
memanas.
Tentunya
tulisan SBY tentang permainan bola voli ini bisa saja dikaitkan dengan keadaan
politik yang sedang terjadi saat ini di Indonesia.
“Sudah tiga
hari ini saya berada di Tangerang. Dalam pengamatan saya, “Tangerang Raya”
makin maju dan terus berkembang. Ini tentu berita baik. Ini juga berarti bahwa
dari masa ke masa, kita semua, dipimpin oleh pemerintah, terus membangun dan
memajukan negeri ini,” tulis SBY dalam akun medsos pribadinya yang dikutip
tajukpolitik.com, Rabu (8/11).
SBY
mengungkapkan saat ini berada di tangerang dengan sejumlah teman, tengah
menyaksikan salah satu turnamen bola voli yang cukup bergengsi di tingkat
nasional.
Hanya ada 8
klub bola voli yang terpilih untuk mengikuti ajang penting ini, yaitu turnamen
Livoli Divisi Utama yang setiap tahun diselenggarakan oleh PBVSI. SBY juga
mengetahui kompetisi klub bola voli papan atas ini juga diikuti, melalui kanal
televisi MOJI, oleh para pencinta bola voli di tanah air yang jumlahnya makin
banyak.
“Seperti
biasanya, saya hadir di turnamen ini karena ingin memberikan semangat kepada
mereka yang tengah bertanding, dan tentu untuk memberikan dukungan kepada klub
bola voli LavAni yang saya dirikan dan bina sejak akhir 2019 yang lalu. Jujur,
sejak remaja saya sangat menyukai bola voli dan bahkan secara aktif ikut
bermain di cabang olah raga itu,” ujarnya.
SBY
mengatakan, kompetisi di Tangerang ini juga berlangsung seru dan sengit. Setiap
tim tentu ingin menang dan bisa mengalahkan lawannya. Semua berikhtiar sekuat
tenaga. Semua strategi, taktik dan teknik digunakan. Namun, semua tahu bahwa
sesengit dan sekeras apapun kompetisi itu ada satu hal yang “membatasinya”….
yaitu aturan (rules).
“Dua hari
pertama sudah terlihat serunya kompetisi ini. Saya, meskipun terkadang ikut
tegang, tetapi juga sangat menikmatinya. Tak sedikit terjadi silang pendapat
(dispute) di antara pihak yang bertanding, baik atlet pemain maupun “coach”.
Meskipun ada hakim garis, yang berwenang untuk memastikan bola masuk atau ke
luar, dan ada pula wasit yang punya kuasa untuk “mengadili” siapa yang salah
jika terjadi pelanggaran, yang akhirnya menentukan siapa yang dapat nilai
(point) dan siapa yang kehilangan point, tetap saja ada sengketa di antara
pihak-pihak yang tengah berhadapan itu,” jelas Ketua Majelis Tinggi Demokrat
tersebut.
Dalam
keadaan terjadinya persengketaan yang kerap tajam ini, mungkin ada pihak yang
berpendapat bahwa wasitlah yang paling menentukan. Wasitlah yang memberikan
kata akhir dan harus dipatuhi oleh siapapun. Pendapat ini barangkali dibangun
dari keyakinan bahwa seorang wasit tidak pernah berbuat salah. Wasit pasti
benar. Wasit pasti adil. Karenanya, keputusan wasit mesti dipatuhi dan
dijalankan oleh semua pihak yang bersengketa. Barangkali inilah yang menjadi
pengetahuan umum.
SBY
mengatakan, ternyata kenyataannya tidak begitu.
“Jika ada
tim yang oleh wasit dinyatakan bersalah sehingga kehilangan point, misalnya
tangan seorang pemainnya menyentuh net atau bola yang dipukul (di-spike) ke
luar lapangan (out), tetapi jika yang dipenalti tidak setuju dengan keputusan
wasit itu, masih ada jalan untuk “memohon keadilan”. Dalam permainan bola voli,
jika ada yang meyakini keputusan wasit salah, tim yang merasa dirugikan bisa
mengajukan “video challenge”. Terhadap ajuan atau gugatan itu, pada prinsipnya
wasit tidak boleh menolaknya, karena “video challenge” juga merupakan bagian
dari aturan (rules) yang harus dijunjung tinggi oleh semua,” tutur SBY.
“Beberapa
saat kemudian, video rekaman yang di dalamnya terjadi pesengketaan itu diputar
di layar, sehingga baik “coach” maupun atlet kedua tim yang bersengketa itu
bisa sama-sama menyaksikannya. Penonton pun bisa ikut menyaksikan tayangan
ulang itu. Jika ternyata wasitnya yang salah, maka secara sportif wasit yang
bersangkutan akan menerimanya. Semua pihak juga menerimanya. Persengketaan
berakhir dan permainan dilanjutkan,” lanjutnya.
SBY lalu
mengatakan ada pelajaran penting yang dapat kita petik dari indahnya permainan
bola voli.
Pertama,
kekuasaan (power) wasit tidak absolut. Wasit juga manusia, seperti kita juga.
Keputusan wasit gugur, karena ada yang menggugurkannya yaitu rekaman video yang
boleh dikatakan 100% benar dan obyektif. Video yang merekam jalannya
pertandingan tak punya kepentingan lain, selain merekam apa adanya. Mesin
cerdas dan kredibel itu hanya bercerita tentang fakta dan kebenaran.
Kedua,
sebuah kekuasaan karena bisa saja salah dalam penggunaannya, mesti dikontrol
oleh kekuasaan yang lain. “Power must not go unchecked.” “Power must be checked
by another power.” Kekuasaan wasit bola voli, dalam hal ini, dikontrol oleh
mesin perekam yang tidak pernah berbuat salah.
Ketiga,
kalau kita kaitkan dengan kehidupan nyata, entah di dunia olah raga, dunia
sosial, dunia bisnis, dunia hukum, dunia politik, atau apapun ragamnya…mesti
ada sebuah kekuatan (power) yang bisa menggugurkan kekuatan yang lain.
“Apakah
gerangan kekuatan itu? Jawabannya adalah …. kebenaran. Jika semua berjalan
dalam ranah kebenaran, segala konflik dan persengketaan akan mendapatkan
solusinya.
Ya, sekali lagi kebenaran. Kebenaran di atas segalanya. Mempermainkan kebenaran
sama dengan mempermainkan Tuhan,” jelasnya.
“Maaf,
barangkali saya “ngelantur”. Padahal saya hanya ingin bercerita tentang
indahnya permainan bola voli yang seminggu ini saya saksikan di kota Tangerang
yang indah ini,” pungkas SBY.

0 Komentar