Foto:
Ilustrasi Nadiem Makarim
- Indonesia dikejar waktu untuk segera keluar dari middle income trap, sebelum bonus demografi habis 13 tahun lagi. Salah satu cara untuk dapat melipatgandakan level PDB menjadi negara maju adalah dengan sebanyak mungkin mencetak pengusaha baru di semua sektor usaha.
- Kalkulasi
CNBC Indonesia Research, Indonesia membutuhkan sebanyak minimal 1.679
pengusaha baru di semua sektor usaha. Pemerintah perlu mendorong penerapan
strategi bisnis Amati-Tiru-Modifikasi (ATM) untuk menciptakan pengusaha
baru. Presiden terpilih 2024 bisa meniru kesuksesan strategi ATM pada
restorasi Meiji di Jepang, dan "Open the Door Policy" di China
yang sukses melipatgandakan PDB.
- Pemerintah
bisa menjadikan tren ekonomi masa depan, yakni fokus pada ekonomi digital
yang kian membesar dan signifikan dampaknya bagi perekonomian. Kontribusi
ekonomi digital ke PDB global sudah mencapai 5%--taksiran Bank Dunia,
sementara ekonomi digital di Indonesia telah menyumbang 6,09% terhadap
PDB-estimasi Google Temasek, Bain & Company.
Jakarta, CNBC Indonesia -Republik Indonesia
membutuhkan kenaikan nilai Produk Domestik Bruto (PDB) tiga kali lipat dalam 13
tahun mendatang untuk keluar dari jebakan negara berkembang sebelum bonus
demografi habis pada 2036. Nilai PDB per orang perlu digenjot dari US$4,332
pada tahun lalu menjadi minimal US$12,500, atau secara total dari US$1,3
triliun menjadi US$3,9 triliun-dengan asumsi ceteris paribuspada
populasi.
Untuk menggambarkan bagaimana tingkat kesulitan Indonesia
untuk keluar dari jebakan ini, CNBC Indonesia Research menggunakan pemodelan
sederhana. Menggunakan rasio kontribusi salah satu dari pelaku ekonomi, yakni
swasta/perusahaan terhadap PDB nasional. Kesimpulannya, Indonesia perlu
mencetak 1.679 pengusaha baru selevel Nadiem Makarim, kreator aplikasi
transportasi online Gojek, agar bisa keluar dari jebakan negara menengah dan
naik kelas menjadi negara maju pada 2036. Inilah salah satu alternatif cara
melipatgandakan PDB, selain kebijakan hilirisasi tambang yang juga efektif
menaikan nilai tambah ekonomi.
Simpulan itu diambil dari kontribusi nilai output Gojek,
yang tercermin dari gross transaction value(GTV)-nya, dimana
perusahaan ini seorang diri mampu berkontribusi sebesar 5,1% pada PDB ekonomi
digital Indonesia yang total mencapai US$77 miliar pada 2022. Secara lebih
luas, Gojek berkontribusi sebanyak 0,3% terhadap PDB Indonesia, atau menjadi
entitas penyumbang terbesar dalam ekosistem ekonomi digital nasional yang
mencapai 6,09% terhadap PDB Indonesia tahun lalu.
Hitungan ini hanya melibatkan pendapatan Gojek saja yang
merepresentasikan sosok pengusaha seperti Nadiem. Kalau digabungkan dengan
Tokopedia-keduanya merger pada Mei 2021-kontribusinya lebih jumbo. Mall online
Tokopedia dirikan pengusaha muda visioner, William Tanuwijaya pada 2009.
Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia menaksir kontribusi
ekosistem Gojek dan Tokopedia dan dampak tidak langsungnya pada 2021 mencapai
Rp 249 triliun terhadap perekonomian nasional atau setara 1,6% dari
PDB-melampaui sumbangsih seluruh pabrikan mobil saat itu yang hanya 1,35%.
Dalam diktat ilmu ekonomi ada tiga pelaku pembentuk PDB;
rumah tangga/masyarakat (sekitar 50%), swasta/perusahaan (sekitar 40%) dan
negara (sekitar 10%)--persentase angka merujuk rerata isi kue PDB Indonesia.
Angka PDB ekonomi digital Indonesia 2022 itu berdasarkan taksiran Google Temasek,
Bain & Company, sementara GTV adalah indikator standar untuk mengukur
pendapatan bisnis digital, yang dihitung dari jumlah barang yang terjual
dikalikan dengan harga yang terkumpul, cocok dengan konsep PDB.
Menciptakan pengusaha-pengusaha baru adalah kunci untuk
Indonesia keluar dari jebakan negara berkembang. Sebagai gambaran akumulasi
kekayaan 50 orang konglomerat terkaya di Indonesia itu sudah setara 13,6% dari
nilai PDB pada 2022. Artinya apa? Perlu upaya keras dari pemerintah untuk
menstimulasi penambahan jumlah pengusaha dalam daftar 50 orang kaya itu menjadi
750 orang atau 15 kali lipat, maka nilai PDB Indonesia bisa berlipat lebih dari
tiga kali dan masuk ke jajaran elit negara maju. Ini memang susah, tapi itu
satu-satunya jalan yang paling mungkin dilakukan, sebab hilirisasi produk
tambang mungkin saja bisa membuat Indonesia menjadi maju, tapi serapan sektor
itu pada lapangan kerja cuma satu persen.
Nadiem memang bukan lagi pengusaha, dia sekarang didapuk
oleh Presiden Joko Widodo untuk menangani Kementerian Pendidikan. Tapi
sebelumnya, Nadiem adalah contoh baik bagi anak bangsa yang bisa dijadikan role
model anak-anak muda Indonesia lain untuk ikut berkontribusi pada perekonomian
nasional, dimanapun sektor usahanya. Persatuan Bangsa-Bangsa sudah sejak lama
menyatakan, anak muda adalah poros utama sumber daya manusia bagi pembangunan
dan pelaku kunci agen perubahan sosial, pertumbuhan ekonomi dan
inovasi-teknologi.
Nadiem adalah 'Mark Zuckerberg' nya Indonesia. Setelah lulus
dari Harvard Business School tahun 2009, dan beberapa tahun berkarir di
perusahaan multinasional dia pulang ke Indonesia dan merintis Gojek pada 2010.
Seorang Nadiem, adalah contoh sederhana bagaimana seorang pengusaha mampu
berkontribusi maksimal bagi perekonomian nasional. Sampai dengan Nadim
tinggalkan pada 2019 tahun dilantik menjadi Mendiknas, valuasi Gojek telah
menjadi Rp150 triliun, berlipat 60 ribu kali dari modal awal.
Mengapa sosok Nadiem cocok dijadikan role model,
untuk pengusaha tidak hanya di ekonomi digital melainkan di semua 17 sektor
pembentuk PDB Indonesia? Alasanya sederhana, karena dia mampu membuktikan
sebuah prinsip fundamental yang telah banyak terbukti sukses menciptakan
miliarder di seluruh dunia, dan juga di Indonesia; mampu melihat aroma cuan
disetiap masalah kesehariannya.
Ide bisnis Gojek Nadiem pada dasarnya tidak orisinil,
tampaknya mencontek model bisnis Uber, aplikasi serupa Gojek tapi mobil besutan
Garrett Camp Travis Kalanick yang didirikan pada 2009 di AS. Setahun kemudian
ia menciptakan Go-Jek, tapi tidak plek sama, bukan mobil tapi motor, karena itu
yang dibutuhkan konsumen Indonesia. Insting Gojek akan besar itu muncul dari
kebutuhan besar yang Nadiem rasakan sendiri saat masih bekerja sebagai
konsultan di McKinsey di Jakarta yang macet. Dia mengaku, lebih memilih
menggunakan ojek motor daripada mobil untuk mengejar jadwal meetingdengan
klien. Nadiem dengan jeli melihat peluang dari semrawutnya sistem transportasi
Indonesia yang tidak terintegrasi.
Orang-orang besar, konglomerat di Indonesia banyak yang
bermula dari kisah bisnis seperti Nadiem menemukan Gojek. Ide bisnis besar yang
lahir dari sebuah masalah, banyak saya temukan di antara 50 perusahaan dan
bisnis terkemuka di Indonesia. Temuan ini saya kompilasi dalam buku "50
Great Business Ideas from Indonesia"yang diterbitkan pada 2010.
Lompatan besar pebisnis dalam objek buku itu kebanyakan dimulai dari mengadopsi
teori Amati Tiru Modifikasi ATM). Mayoritas orang tajir Indonesia bukan lahir
dari sosok jenius yang menemukan suatu bisnis dari ide, konsep dan produk atau
layanan jasa yang benar-benar baru dan orisinil.
Contoh, asal muasal AQUA Group-yang bernilai Rp6,5 triliun
saat diakuisisi Danone Group, Prancis-didirikan oleh Tirto Utomo, seorang
pegawai Pertamina dari sebuah kejadian deal bisnis Pertamina yang nyaris gagal,
gara-gara istri dari delegasi asing rekanan bisnis Pertamina mengalami diare
setelah disuguhi minuman air putih tidak higienis. Tirto keluar dari Pertamina
pada 1973 dan mendirikan pabrik air minum dalam kemasan, yang pertama di
Indonesia. Caranya, dia menyuruh adiknya Slamet Utomo magang dan belajar meniru
cara kerja pabrik air mineral "Polaris" di Thailand.
Lalu, bagaimana Kapal Api bisa merajai bisnis kopi di
Indonesia itu gara-gara pendirinya, Go Soe Loet dan Too Goan Cuan secara cermat
mengamati kemasan Sabun Lux produksi Unilever, yang kecil dan ringkas. Keduanya
lantas meniru mengemas kopi bubuk Kapal Api yang awalnya dijual kiloan menjadi
kemasan praktis sachet. Bisnis mereka laku keras dan sampai kini menjadi raja kopi
Indonesia.
Ada juga James T. Riady, generasi kedua Lippo Group membawa
ide bisnis grosir Wal-Mart dan J.C. Penney saat sekolah di Amerika Serikat ke
Tanah Air dengan mengakuisisi Matahari Department Store. Kini kekayaan James Rp
24,65 trillium. Sementara dalam interview dengan legenda hidup perfilman
Indonesia Raam Jethmal Punjabi, pemilik Multivision Plus, mengaku salah satu
lompatan bisnisnya adalah impor film India pada 1967. Kemudian setelah laku
keras dan mampu menangkap dan menjerat selera penonton domestik, Raam membuat
versi produksi dalam negeri. Momentum besar kedua Raam bisa melipatgandakan
bisnisnya adalah saat TV swasta mengudara pada 1989.
Kesimpulan kajian dalam buku adalah pada dasarnya ilmu untuk
menjadi pengusaha sukses itu sama, dimanapun sektor usahanya. Yaitu, mampu
melihat cuan dari sebuah persoalan, di saat orang lain tak mampu mengendusnya.
Regenerasi Konglomerat; Pemerintah Perlu Menduplikasi
Nadiem
Presiden Soeharto adalah mungkin satu-satunya presiden yang
paling banyak berjasa melahirkan pengusaha. Ini adalah satu sisi yang tidak
kasat mata, tetapi terasa dampaknya dalam pembangunan ekonomi Orde Baru. Mesin
utama dari laju PDB rata-rata 6-7%, sesuatu yang belum tertandingi oleh
penerusnya sekarang. Bahkan, Pak Harto sudah dekat dengan pengusaha sejak
berdinas militer, dan tahu betul manfaat adanya pengusaha kaya raya
sebagai backingtulang utama perekonomian.
Strategi Pak Harto ini mengikuti teori trickle down
effectyang digagas oleh Albert Otto Hirschman pada 1954. Teori ini mengatakan
sebuah negara yang ingin mensejahterakan rakyatnya, mengurangi kemiskinan perlu
menggenjot pertumbuhan ekonomi, sebab pada akhirnya dengan kue ekonomi yang
besar akan dengan sendirinya menetes ke bawah melalui penciptaan lapangan
kerja. Teori ini lantas berkelindan dengan pemikiran arsitektur ekonomi Orde
Baru, Widjojo Nitisastro yang fans berat pemikiran Keynes.
Widjojonomics ini kemudian dituangkan dalam konsep Trilogi
Pembangunan, yang dijalankan dengan dua program utama; Rencana Pembangunan Lima
Tahun (Repelita) dan Revolusi Hijau (modernisasi pertanian). Secara ideologis,
Widjojonomics mengacu pemikiran gurunya, Soemitro Djojohadikoesoemo-ayah Ketum
Gerindra Prabowo Subianto-liberalisasi ekonomi yang cenderung pada blok barat,
demi meningkatkan investasi.
Jalan pintas untuk mencapai itu, maka perlu akumulasi modal
pada sejumlah pengusaha yang diberi privilegeterhadap sumber-sumber
ekonomi negara. Kebijakan ini diterapkan di banyak negara yang terbelakang,
khususnya di Asia seperti Korea Selatan yang pemerintahannya sengaja
memelihara chaebol, yaitu sebuah konglomerat industrial besar
yang dikendalikan oleh seorang pemilik. Beberapa chaebolseperti Lee
Byung-chull (Samsung), Chung Ju-yung (Hyundai) dan Koo In-Hwoi (LG) sampai saat
ini masih menjadi mesin utama PDB di negara semenanjung korea ini
Pak Harto juga demikian, 'memelihara' banyak pengusaha. Dari
semuanya ada empat pengusaha yang kemudian dijuluki 'Gang of Four' Sudono Salim
(Liem Sioe Liong/pendiri Indofood, Indomobil, BCA), Sudwikatmono ( Indocement,
Bogasari), Ibrahim Risjad (Impor film, jaringan bioskop, pabrik terigu, dan
semen) dan Djuhar Sutanto (Lin Wenjing/ ikut membantu ketiganya). Keempatnya
mendapatkan akses khusus ke Istana, dan diberikan privilegeuntuk
program ekonomi pemerintah. Tapi setelah krisis moneter 1997, praktis banyak
bisnis diantara mereka berguguran dan semenjak reformasi 1998 pemerintah tampak
mengambil jarang dengan tokoh pengusaha karena alasan kolusi dan nepotisme.
Setelah reformasi, kelindan antara pengusaha dan istana
berkurang, namun trennya bergeser pada legislatif, dimana banyak pengusaha
merapat ke partai politik untuk mendapatkan privilege, proyek atau
mengamankan bisnisnya. Belakangan bahkan pengusaha menyaru menjadi politikus
itu sendiri, sebab di sisi lain ada kebutuhan besar dari partai politik untuk
mendapatkan sumbangan dana.
Saat ini DPR dikuasai oleh pengusaha, sebab 5 sampai 6 orang
dari 10 anggotanya adalah pebisnis. Sebanyak 26% merupakan pemilik perusahaan,
dan 25% adalah direksi. Kemudian, 36% masih aktif dalam melakukan kegiatan
berusaha. Sebanyak 15% dari mereka berbisnis di sektor migas dan 15% lainnya di
sektor manufaktur dan lainnya. Persentase pebisnis di DPR terbanyak sejalan
dengan porsi kursi, dimana Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)
mencapai 23%, diikuti Partai Gerindra sebesar 16% dan Partai Golkar sebesar
16%. Hitungan ini dirilis Pusat Penelitian Politik (P2P-LIPI, sekarang BRIN).
Menciptakan pengusaha-pengusaha baru melalui kolusi bukan
zamannya lagi. Era globalisasi, liberalisasi pasar, perkembangan teknologi,
khususnya digital membuka ruang besar bagi siapapun untuk menjadi pebisnis
sukses. Perkembangan teknologi adalah rahim besar untuk lahirnya konglomerat
baru. Elon Musk (Tesla) dan Mark Zuckerberg (Meta.Inc) Lawrence Edward Page dan
Sergey Brin (Alphabet) di AS, Jack Ma (Alibaba) dan Zhang Yiming (ByteDance) di
China, Nadiem Makarim (Gojek) dan William Tanuwijaya (Tokopedia) adalah contoh
bagaimana era baru ekonomi digital mampu melahirkan konglomerat anyar dengan
cara yang jauh berbeda dari Orba. Mereka lahir secara organik lewat tempaan alam,
bukan dibesarkan secara -organik oleh kolusi.
Perlu gerakan nasional untuk melahirkan pengusaha-pengusaha
baru, menaikkan kelas kewirausahaan kelas UMKM menjadi konglomerat. Pemerintah
wajib menciptakan iklim investasi dan berusaha yang memberikan kesempatan yang
sama kepada semua anak bangsa. Perlu campur tangan untuk misalnya menciptakan
pusat-pusat baru wirausaha, misalnya asistensi pendanaan, jaringan pasar, dan
paling utama adalah penyediaan inovasi terapan yang bisa langsung diterapkan
oleh pengusaha. Pendekatan tidak harus melulu pada insentif fiskal yang
membebani keuangan negara, tapi perlu diperluas. Banyak contoh di negara lain,
bagaimana mereka menyemai pengusaha baru.
Ekonomi Digital Itu Masa Depan; Contohlah si Cerdik &
Licik Zuckerberg
Bila Indonesia membutuhkan setidaknya 1.679 pengusaha
sekelas Nadiem Makarim untuk menjadi negara maju, maka Amerika Serikat saat ini
memiliki 31 pengusaha dengan kualitas output setara Mark Zuckerberg, untuk
mempertahankan dominasinya sebagai mesin utama ekonomi dunia. Zuckerberg dan
kolega pengusaha teknologi di AS merupakan tulang punggung kedua PDB disana
dengan porsi sumbangan di atas 10%.
Kisah tumbuh dan berkembang Facebook memberi inspirasi bahwa
menjadi pengusaha itu tidak harus jenius dan bermodal besar. Seperti Nadiem,
Mark Zuckerberg juga bukanlah seorang penemu tulen. Dia jauh dari sosok jenius
seperti Bill Gate atau Steve Jobs. Baik Gate maupun Jobs menemukan Windows dan
Apple dari tidak ada, benar-benar orisinil. Demikian pula bila disandingkan si
paling kontroversial Elon Musk.
Tetapi Zuckerberg jauh lebih cerdik dari ketiga seniornya
itu. Zuckerberg adalah miliarder termuda dari figur 10 besar orang paling tajir
sedunia, bersama tiga seniornya itu. Termasuk di dalamnya Sergey Brin dan Larry
Page (Google), legenda hidup investasi Warren Buffett (Berkshire Hathaway),
Jeff Bezos (Amazon), Bernard Arnault (LVMH), Larry Ellison (Oracle) Steve
Ballmer (Microsoft). Umur Zuckerberg rata-rata separuh dari senior-seniornya
ini. Tapi bagaimana dia bisa bersaing dengan mereka yang mayoritas inventor
murni?
Sebelum ada Facebook 2004, sudah ada Friendster dua tahun
sebelumnya dan Myspace 2003. Facebook itu hasil nyontek, dan lebih parahnya
lagi ide jiplak ini bukan dari Zuckerberg, ia mencurinya dari orang lain juga.
Ide orisinil Facebook awal itu datang dari tiga orang kakak tingkat Zuckerberg
di Universitas Harvard; Divya Narendra, Cameron Winklevoss, dan Tyler
Winklevoss. Ketiganya punya ide tapi tidak punya keterampilan developer
program. Maka, mereka bertiga meminta Zuckerberg untuk mengerjakannya.
Proyek pesanan itu tidak pernah selesai. Zuckerberg malah
membuat situs "Facemash" atau buku wajah pada tahun 2003. Ini
sebenarnya situs direktori mahasiswa Harvard biasa, tak ada ubahnya dengan
situs direktori kampus lainnya. Idenya keren, karena bisa membuat situs
direktori yang membosankan menjadi jauh lebih menarik. Dia menyandingkan satu
foto mahasiswa dengan mahasiswa lainnya dalam satu halaman, terus kasih tombol
"Hot or Not". Cuma modal inovasi itu saja, Facemash diserbu
pengunjung. Hanya dalam enam jam pertama, situs itu dibanjiri 450 unique user
(pengunjung), dan 22.000 views (tayangan). Dia juga memasang website ini ke
server kampus top lainnya di AS dan berhasil membuat kehebohan. Situs buatan
Zuckerberg jadi buah bibir dimana-mana.
Kehebohan itu bikin pihak rektorat Harvard gerah. Facemash
ditutup paksa karena dianggap melanggar privasi. Tetapi dia tak mau menyerah
begitu saja, dia cerdik. Dia ubah situsnya menjadi cuma direktori gambar,
isinya cuma mengunggah gambar seni, disertai dengan kolom komentar di bawahnya.
Inilah ide awal Instagram itu bermula.
"Semua orang berbicara banyak tentang Facemash
universal di Harvard. ... Saya pikir agak konyol bahwa Universitas membutuhkan
beberapa tahun untuk mempelajarinya. Saya bisa melakukannya lebih baik daripada
yang mereka bisa, dan saya bisa melakukannya dalam seminggu," kata
Zuckerberg dalam sebuah interview dengan koran kampus The Harvard Crimson,
medio 2017.
Facebook yang sekarang bernilai US$728 miliar, atau lebih
dari separuh nilai PDB Indonesia ini awalnya cuma dibuat dalam waktu dua
minggu. Facemash memang kemudian mati oleh kebijakan privasi rektorat, tapi
idenya tetap mengalir deras di kepala Zuckerberg. Gagal di kampus, pada Januari
2004 dia membuat coding situs web baru, yang diberi nama domain
TheFacebook" dan dibuka untuk pengguna umum.
Modal awal Facebook cuma US$2000, kira-kira Rp30 juta bila
dirupiahkan waktu itu. Modal itupun hasil patungan dengan teman sekampus
Eduardo Saverin, plus tambahan US$18.000 untuk modal operasional. Pada tanggal
4 Februari 2004, Zuckerberg meluncurkan "TheFacebook". Zuckerberg
juga mengajak teman-teman lainnya, seperti Andrew McCollum, Dustin Moskovitz,
dan Chris Hughes.
Film The Social Network (2010) mampu mengungkapkan dengan
baik sosok berkepribadian seperti apa sebenarnya anak keturunan Yahudi ini.
Zuckerberg tidak pernah membantah film biopik Facebook ini, tapi juga tidak
membenarkan. Film ini dengan baik mampu menggambarkan bagaimana cara Zuckerberg
menjadi penguasa tunggal Facebook. Langkah pertama Zuckerberg adalah dengan
menyingkirkan Saverin, sebagai sekutu terdekat, karena sama-sama bertaruh modal
awal. Koleganya itu adalahchief financial officer and business manager,
sementara Zuckerberg adalah CEO.
Mengutip investigasi Business Insider, pada 15 Mei 2012,
Zuckerberg menggunakan celah hukum perjanjian akta perusahaan Facebook yang
disepakati pada Oktober 2005. Di bumbui dengan alasan personal bahwa Saverin
selaku co-founder dianggap tidak bisa bekerjasama. Setelah saling balas gugatan
di pengadilan, Zuckerberg berhasil menyingkirkan Saverin lewat perjanjian
diluar pengadilan dengan kompensasi kecil, cuma US$5 miliar atau setara 4-5%
dari saham baru pada perjanjian ulang akta perusahaan Facebook.
Langkah kedua, tinggal menendang kawan-kawannya yang lain
Andrew McCollum, Dustin Moskovitz, dan Chris Hughes dengan kompensasi lebih
kecil, seperti Moskovitz yang dibungkam dengan dua persenan saham. Strategi
untuk menjalankan misi ambisius Zuckerberg menguasai Facebook ini kalau dalam
teori bisnis merger and acquisitiondisebut sebagai trik hostile
takeover adalah akuisisi atau pengambilalihan secara bermusuhan.
Selebihnya, cara ekspansi bisnis Zuckerberg melalui akuisisi sebanyak 99
perusahaan rintisan, dengan terbesar WhatsApp pada 2014 senilai US$19 miliar.
Terlepas dari cara-cara licik Zuckerberg membangun,
mengembangkan dan menguasai Facebook, tapi kisah hidupnya dapat memberikan
inspirasi dan pelajaran penting bagi anak muda. Bahwa, untuk sukses tidak harus
jenius atau bakat alami alias takdir dan modal jumbo. Kesuksesan itu
benar-benar bisa diupayakan, bukan warisan.
Zuckerberg, adalah representasi dari pengusaha yang
menerapkan teori dasar kewirausahaan; amati-tiru-modifikasi (ATM). Zuckerberg
berulang kali menggunakan teori ini untuk membuat bisnis baru. Setelah Facebook
dan Instagram pada 2010, kini teranyar adalah "Threads" aplikasi
media sosial yang 100% menjiplak Twitter, milik Elon Musk.
Terlalu dini menganggap aplikasi ini bisa menyalip Twitter,
tapi hanya dalam 24 jam setelah dirilis ada 30 juta akun pengguna baru, versus
360 juta pengguna eksisting Twitter. Artinya secara linier, Threads bisa
mengungguli Twitter hanya dalam dua pekan saja. Tapi katakanlah, satu tahun
sepertinya cukup bagi Zuckerberg akan melibas Musk, atau bersaing. Melihat
fitur Threads dan bagaimana Zuckerberg mengintegrasikan dengan Instagram untuk
menekan anominitas pengguna, peluangnya besar.
Pandemi Covid-19 Praktik telah memberikan banyak pelajaran
bahwa lanskap perekonomian dunia mulai berubah, atau paling tidak memunculkan
ekonomi baru. Bank Dunia menyatakan teknologi digital berada di garis depan
pembangunan dan memberikan peluang unik bagi negara-negara untuk mempercepat
pertumbuhan ekonomi dan menghubungkan warga negara dengan layanan dan
pekerjaan. Bank Dunia memberikan rekomendasi untuk negara yang ingin ikut
menikmati tren pesat ekonomi digital.
Pertama, menutup kesenjangan digital global, sebab meskipun
teknologi baru menyebar dengan cepat ke seluruh dunia, miliaran orang masih
belum pernah menggunakan internet. Kedua, mempersiapkan pekerjaan masa depan,
karena inovasi secara radikal telah mengubah pasar tenaga kerja. Ketiga,
mengembangkan sistem digital yang aman dan andal, diantaranya penguatan
keamanan siber dan perlindungan data pribadi.
Ceruk kembang pasar digital masih sangat lebar, sebab
menurut data Bank Dunia, hampir 3 miliar orang tetap offline, sebagian besar
tanpa akses internet dan terkonsentrasi di negara berkembang. Dan kesenjangan
penggunaan tetap menjadi tantangan. Hampir setengah (43%) populasi dunia tidak
menggunakan internet seluler tahun lalu, meskipun tinggal di wilayah dengan
jangkauan broadband seluler. Ini adalah peluang bisnis besar, sebab teknologi
digital dapat mengubah pasar dan peluang ekonomi. Pada tahun 2021, teknologi
dan layanan seluler menghasilkan $4,5 triliun nilai tambah ekonomi, atau 5%
dari PDB global.
Strategi ATM Kaisar Mutsuhito dan Kamerad Xiaoping
Teori ATM ini sudah terbukti tidak hanya berhasil membuat
sosok sukses seperti Zuckerberg dengan Facebook-nya, tetapi juga dalam skala
besar, negara. Seperti dilakukan Jepang lewat inisiatif Kaisar Mutsuhito atau
lebih dikenal sebagai Restorasi Meiji pada 1868. Caranya, kaisar mendatangkan
3.000 orang ahli di berbagai bidang dari negara barat untuk mengajar
pemuda-pemudi di Jepang. Kaisar juga mengirim ribuan pemuda untuk belajar ke
negeri maju, dan membuka kran investasi asing selebar-lebarnya. Pokoknya,
apapun yang ada di Jepang pada waktu itu meniru persis seperti apa yang
diterapkan di barat, kecuali sistem politiknya.
Teori ATM memiliki kelemahan mendasar, yaitu terjebak pada
zona nyaman, karena keluaran produk hasil strategi ini biasanya jarang yang
bisa mengungguli sumber idenya. Ini misalnya dilakukan China yang kemudian
sukses besar menjadi negara dengan perekonomian jumbo lewat "Kebijakan
Buka Pintu" yang diinisiasi Deng Xiaoping pada Desember 1978. Hasilnya
dari tahun itu sampai 2007, pertumbuhan PDB nya naik rata-rata 10% per tahun,
dan pendapatan perkapita rakyatnya naik 10 kali lipat.
Sampai sekarang China belum bisa mengungguli Amerika
Serikat, berbeda dengan Jepang yang sukses menjadi pesaing setara. Resepnya
pernah diungkapkan R. Taggart dalam buku The Weight of the Yen, bahwa salah
satu kunci sukses Jepang adalah dengan amat cermat dan detail mengambil
langkah-langkah bisnis yang harus ditempuh dalam 20-50 tahun ke depan.
Ciri khas Jepang untuk keluar dari "kepompong"
teori ATM adalah dengan membanjiri produk di pasar dengan kualitas tinggi.
Sampai saat ini, Jepang adalah pemegang mindset global sebagai produsen barang
bermutu tinggi. Langkah ini berkebalikan dengan China yang membanjiri pasar
dengan produk kualitas rendah, tapi berharga murah.
Pada titik tertentu China memang berhasil melipatgandakan
kekayaan PDB, tetapi tidak berkelanjutan. Model pembangunan ini mentok dan
menciptakan masalah baru seperti isu kesejahteraan buruh dan kerusakan
lingkungan. Belakangan China menyadari ini dan secara resmi membuat perencaan
baru pembangunan ekonomi berbasis kualitas tinggi, berfokus pada teknologi,
standar, merek dan jasa. China bahkan sudah pasang target "Chinese
brands" mengglobal pada 2025.
Di balik kemajuan pembangunan pesat dan berkualitas seperti
AS, Jepang dan mungkin sebentar lagi China selalu saja ada orang-orang seperti
Zuckerberg. Mereka bukan jenius, penemu, tetapi murni sosok yang bermental
pengusaha. Di Jepang didominasi oleh produsen mobil, seperti Kiichiro Toyoda
(Toyota), Takeo Fujisawa (Honda) dan Yoshisuke Aikawa (Nissan) yang merintis
produksi mobil di era 1900-an, menyontek Eropa dan AS.
Di China tak lain adalah Jack Ma yang merintis kekayaan
lewat mall online, Alibaba pada April 1999. Ma persis menjiplak bisnis
e-commerce Amazon milik Jeff Bezos yang dibangun dari ide baru Juli 1994. Tapi
dengan rentang beda usia lima tahun, nilai Alibaba bisnisnya sudah mencapai
US$214 miliar, seperenam dari Amazon. Sosok yang lebih mirip Zuckerberg di
China adalah Zhang Yiming, penemu Tik Tok. Dia berhasil menemukan celah
perilaku Generasi Z yang mudah bosan, dengan merilis aplikasi linimasa berisi
potongan-potongan video pendek pada 2016.
Ide Yiming luar biasa berhasil, valuasi ByteDance-induk Tik
Tok-mulanya cuma $533 juta, kini berlipat 135 kali menjadi US$75 miliar.
Bandingkan dengan Youtube, yang saat dibeli Google pada 2016 dari penemunya
Steve Chen, Chad Hurley, dan Jawed Karim senilai US$1,65 miliar, kini senilai
US$138 miliar atau berlipat 83 kali. Sekarang Youtube balik meniru ide kreatif
Tik Tok dengan merilis YouTube Shorts.
Dunia digital sangat menggoda. Menarik bukan hanya bagi
manusia, korporasi tetapi juga bangsa-bangsa. Sebab perekonomian digital
menawarkan begitu banyak kemudahan bagi orang-orang untuk hidup lebih mudah,
kekayaan dalam waktu singkat, dan menghasilkan keuntungan besar bagi pebisnis.
Ekonomi digital adalah masa depan yang tak terbendung. Ia akan membangun
lanskap baru peradaban umat manusia.
Ekonomi digital bahkan tumbuh lebih cepat di luar pemahaman
kebanyakan orang. Salah satu contohnya adalah aplikasi pesan antar makanan
Gofood, Grabfood, Shopee Food tanpa disadari telah menciptakan silent
inflation-inflasi senyap. Istilah ini mengacu pada perbedaan besar antara
harga di tingkat konsumen atau aplikasi dan di restoran. Rata-rata harganya
bisa 25% lebih mahal, di mana konsumen sudah tahu tapi tetap mau membeli?
Mengapa? Dan apa dampaknya bagi inflasi nasional? Kesejahteraan mitra? Nantikan
analisa selanjutnya dari CNBC Indonesia Research tentang hal ini.

0 Komentar