Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan DPR RI akan menyoroti sebanyak 7 masalah di tahun sidang 2023-2024, termasuk utang BUMN.
"DPR RI melalui fungsi pengawasan, terus mengarahkan pada upaya untuk meningkatkan kinerja kementerian dan lembaga pemerintah, dalam menyelesaikan berbagai permasalahan rakyat, sehingga rakyat merasakan kehadiran Pemerintah dalam melindungi rakyat," kata Puan.
Pernyataan Puan ini menarik di tengah riuh keramaian menuju pemilihan presiden (Pilpres) 2024 membuat Menteri BUMN Erick Thohir terlena. Sebab namanya di gadang gadang akan maju menjadi calon wakil presiden.
Di tengah langkah politiknya itu, Erick disorot publik setelah muncul laporan minus keuangan perusahaan-perusahaan BUMN. Tidak sedikit perusahaan BUMN terlilit utang yang menumpuk.
Di antara perusahaan-perusahaan BUMN yang mencatatkan utang, berikut di antaranya empat besar perusahaan yang menjadi penyumbang utang terbesar.
Pertama, PT Pertamina (Persero) merupakan salah satu BUMN penyumbang utang terbesar. Pada laporan keuangan konsolidasi Pertamina setelah diaudit, total utang Pertamina per 2022 sebesar Rp755,69 triliun.
Kedua, PT PLN (Persero) juga merupakan salah satu BUMN penyumbang utang terbesar. Pada laporan keuangan konsolidasi PLN setelah audit, perusahaan mencatatkan utang jangka pendek sebesar Rp145,07 triliun dan utang jangka panjang sebesar Rp501,62 triliun. Jika ditotal, utang PLN per 2022 sebesar Rp646,69 triliun.
Berikutnya adalah Garuda Indonesia, di mana dalam laporan keuangan kuartal I-2023, maskapai plat merah itu melaporkan utang jangka pendek Rp26,11 triliun dan utang jangka panjang Rp90,82 triliun. Jika ditotal, utang Garuda Indonesia per 31 Maret 2023 sebesar Rp116,93 triliun.
Juga berdasarkan laporan keuangan kuartal I-2023, PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT) mencatatkan liabilitas termasuk utang jangka pendek sebesar Rp21,24 triliun, dan utang jangka panjang Rp63,14 triliun. Dengan demikian, perusahaan memiliki total utang sebesar Rp84,38 triliun.
Sementara itu pada kesempatan lain, AHY dalam pidatò politiknya sudah lebih dahulu menyampaikan, keresahannya soal utang negara dan utang BMN ini:
Meskipun ada capaian, lanjut AHY, tetapi harus kita akui secara jujur, sembilan tahun terakhir terjadi sejumlah kemandekan, dan bahkan kemunduran serius. “Pertumbuhan ekonomi menurun. Jauh di bawah yang dijanjikan tujuh persen hingga delapan persen. Pertumbuhan ekonomi stagnan di angka lima persen. Bahkan, sempat anjlok ketika pandemi Covid-19,” kata AHY.
“Akibatnya, penghasilan dunia usaha dan kesejahteraan rakyat terpukul. Daya beli golongan menengah ke bawah juga menurun. Kemiskinan dan pengangguran meningkat. Sementara itu, ketika ekonomi tumbuh rendah, yang meroket justru utang kita, baik utang pemerintah maupun BUMN,” AHY menjelaskan.
Selengkapnya pidato politik AHY, disini
Menjadi pertanyaan kita apakah hutang Negara/Pemerintah itu menjamin kesejahteraan rakyat ?, karena realitanya sampai saat ini penduduk Indonesia masih mayoritas hidup apa adanya, bahkan masih miskin.
Jumlah hutang yang ada tidak signifikan mendorong kesejahteraan rakyat, dan tidak sejalan dengan perkembangan ekonomi, bahkan pertumbuhan hutang lebih besar ketimbang pertumbuhan ekonomi.
Hal ini bisa dikata, bahwa hutang yang ada digunakan asal-asalan sehingga tidak mencapai sasaran pembangunan ekonomi.
Hutang harusnya digunakan untuk kegiatan produktif (infrastruktur yang tepat guna, untuk operasional pemerintah yang baik, pendidikan, kesehatan, sektor pertanian dan sembako yang terjangkau rakyat) agar bisa dirasakan oleh seluruh rakyat, karena hutang itu akan menjadi beban untuk dibayar rakyat juga.
Perlu diingat bahwa dalam Hukum Internasional ada Doktrin Odious Debt, oleh Prof. Hukum Alexander Nahum Sack, mantan Menteri pada pemerintahan Tsar (Rusia),
Bahwa hutang yang tidak dipakai untuk kepentingan rakyat tapi dikorupsi pejabat negara, bukan menjadi kewajiban negara.
Sebagian pakar ekonomi menamakan hutang itu najis dan hutang itu haram, sedangkan Prof. Dr. Jeffrey A. Winters menyebutnya Criminal Debt.
Sementara Dalam Pasal 11 ayat (2) UUD 1945 menyebutkan, bahwa Presiden dalam membuat perjanjian internasional yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Bahwa Pemerintah berkewajiban melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia …” sebagaimana diamanahkan dalam Pembukaan UUD 1945.
Artinya negara wajib melindungi semua komponen bangsa, mulai dari rakyat, sumber daya alam, serta nilai-nilai bangsa yang patut dipertahankan.
Hutang bukanlah masalah sepele, tidak boleh dilakukan dengan sewenang-wenang, tetapi harus direncanakan penggunaannya dengan matang, sasarannya harus terarah, karena ini adalah masalah moral, sebagai amanah yang diberikan kepada seorang pemimpin.
Dalam jangka panjang akumulasi hutang luar negeri menjadi tanggung jawab negara dan menjadi beban rakyat, ini sama artinya dengan mengurangi tingkat kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
Sebab pembangunan dari hutang itu bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
Apabila penggunaan hutang luar negeri seperti disebutkan di atas tidak dilakukan dengan bijaksana dan tanpa prinsip kehati-hatian, akan menjerumuskan negara dalam krisis berkepanjangan, dan sangat membebani rakyat ke depan sampai anak cucu, memiliki hutang yang sangat besar.
============
Hutang adalah ibu dari kebodohan dan kejahatan yang produktif.
Debt is the prolific mother of folly and of crime.
Sumber: Henrietta Temple
Negarawan dan penulis dari Inggris 1804-1881
Jakarta, 20 Agustus 2023. Arif Rahmam Hakim SH. MH.,
0 Komentar